Chihayafuru: Shimo no Ku


"I was never good at anything. I never had any dreams. But, Arata told me that if I become the best karuta player in Japan, I would be the best in the world. If I can be the best in the world at something, I think it's worth a shot." Chihaya Ayase

Klub Karuta Mizusawa berhasil menuju ke turnamen nasional. Chihaya dan teman-temannya bersiap-siap untuk memenangi turname nasional di Omi Jingu. Di tengah latihan, konsentrasi Chihaya buyar ketika mengetahui Queen karuta saat ini masih duduk di bangku SMA sama seperti dirinya, yaitu Shinobu Nakamiya (Mayu Matsuoka). Chihayapun bertekad untuk mengalahkan Queen dan perlahan mulai meninggalkan aktivitas klub karuta dan memilih berlatih sendirian.

Di lain tempat, Arata Wataya memutuskan untuk tidak akan lagi bermain karuta. Setelah kakeknya meninggal, ia kehilangan kepercayaan diri dan alasannya untuk bermain karuta. Taichi dan Chihaya gagal membujuk Arata untuk kembali bermain. Chihaya dan Taichi berkeyakinan bahwa mereka harus lebih kuat untuk menunjukkan pada Arata bahwa mereka berdua akan terus menunggu Arata bermain karuta kembali.

                                                                                                    ***

Jika belum baca review gue yang pertama, mungkin sebaiknya baca dulu review Chihayafuru: Kami no Ku. Film keduanya yang berjudul Chihayafuru: Shimo no Ku adalah kelanjutannya.

Chihayafuru: Shimo no Ku memiliki nuansa cerita yang sedikit lebih kelam daripada film yang pertama. Selain melanjutkan cerita dari film pertama, film kedua ini memunculkan tokoh baru, yaitu Shinobu Nakamiya yang diperankan oleh Mayu Matsuoka.

"kelam"
Salah satu alasan lagi kenapa gue menunggu film ini adalah kemunculan Mayu Matsuoka. Di animenya, Queen digambarkan sebagai sosok yang dingin, penyendiri dan 'sadis'. Ia bahkan dikenal dengan "bermain karuta tanpa suara" karena ketepatan dan kecepatannya yang luar biasa.

Dari segi appearance dan akting ia patut diacungi jempol. Gue udah suka dengan gayanya dia dari drama Restaurant with Many Problems dan yang baru aja gue kelarin adalah Aquarium Girl. Sosoknya yang terlihat dingin ketika diam dengan tatapan mata yang tajam, dan juga senyumnya yang lebar membuat dirinya terlihat manis. Gue gak bisa protes untuk cast pemain di film kedua kecuali screen timenya Mayu Matsuoka terlalu sedikit menurut gue, hahaha.

Dengan suasana yang lebih kelam, cerita juga mengalami perubahan seperti konflik yang lebih banyak dari sebelumnya. Sosok Arata perlahan mulai dijelaskan kedudukannya. Sayangnya, masih belum cukup jelas. Karna di film kedua menjadi ada 3 fokus, yaitu Arata, Queen dan turnamen nasional. Alhasil, semuanya menjadi kurang maksimal. 

Seperti perseteruan Chihaya dengan Queen terlihat tidak intens. Comeback Arata ke karuta juga kurang bisa memberikan simpati kepada penonton. Hasil turnamen pun menjadi tidak penting dalam film.

Jika dilihat secara keseluruhan dari film pertama dan kedua, seharusnya fokus film berada di Arata dan turnamen nasional. Sayangnya, karena plot yang tidak fokus di film kedua sehingga sulit melihat keseluruhan cerita dari film pertama dan kedua. Mau tidak mau harus menelisik dari per film. Kasihan film pertama yang sudah memiliki pondasi film yang cukup kuat harus luluh lantak karna film kedua.

Tidak ada yang banyak berubah untuk dari segi pengambilan gambar maupun suara. Gue berharap ada peningkatan dari segi pengambilan gambar. Sayangnya tidak terwujud. Semua 11-12 dengan yang ada di film pertama. Perbedaan adalah tone warna yang digunakan lebih kelam. Beberapa adegan seperti "pembantaian" Chihaya oleh Queen atau saat Chihaya, Taichi dan Arata berantem. Selebihnya tidak ada peningkatan. Mungkin ini karena dilakukan dalam satu syuting jadi tidak bisa mereview hasil film pertama dan melakukan peningkatan untuk film kedua.  Yah, ternyata syuting sekaligus untuk dua film bisa jadi bumerang juga. Siapa tahu jika syuting film kedua diambil jeda setahun atau beberapa bulan setelah film pertama rilis, hasilnya akan lebih baik.


Dari segi suara, sedikit banyak berubah. Penempatan bgm lebih banyak daripada film pertama. Beberapa adegan ada yang menjadi sangat hidup dengan bgm yang mumpuni. Mungkin karna lebih mudah memberikan ambience untuk adegan menengangkan dan sedih ketimbang bahagia atau senang?

Karna gaya permainan Queen adalah karuta tanpa suara, maka kita akan mendapati sound effect yang berbeda saat Queen bermain karuta. Saat Queen bermain karuta juga suasanannya berbeda dari biasanya. Berkat sound effect yang tepat dan kemampuan akting Mayu, sensasi seperti 'dia-berada-di-level-yang-berbeda atau 'sugooooooooiiiiii' bisa tercipta. Ini adalah bagian favorit gue secara personal sih ehehe.

Bagi kalian yang mengharapkan film ketiga, lebih baik pupuskan harapan kalian dari sekarang. Ending dari film kedua ini sudah menutup kemungkinan untuk film ketiga. Walaupun sebenernya gue juga berharap akan ada film berisikan proses Arata comeback bermain karuta dan Chihaya mengasah kemampuan menjadi Queen. Sayangnya jawaban dari itu udah diperlihatkan di akhir film. Ngeselin sih, tapi mau gimana lagi. 

Mayu Matsuoka. Kyaaa!
Dengan berbagai kekurangan yang ada di film kedua, obat kekecawaan gue cuman ada di Mayu Matsuoka di film ini. Selebihnya menurut gue, meh or so-so. Gue lebih suka film pertama. Lebih rapih dan lebih berkesan daripada film kedua. Film kedua terasa dipaksakan kehadirannya. Toh, nunggu setahun-dua tahun Suzu Hirose dkk juga masih keliatan muda kayak anak SMA.

Gue heran sih, kenapa syuting sekaligus ya? Ngejar target penjualan apa gimana? Hmm.

Gue gak bisa bilang gue merekomendasikan film ini layak ditonton karna bagus, tapi mungkin untuk memenuhi penasaran kalian atau seperti gue yang mau liat Mayu Matsuoka beraksi boleh melanjutkan nonton film Chihayafuru: Shimo no Ku. Setidaknya, film ini masih dalam batas yang nyaman untuk dinikmati.



Akhir kata, selamat menonton!
Cast Chihayafuru: Shimo no Ku

Share:

0 comments