Tokyo Ghoul #Review
Muncul musim panas 2014 kemarin Tokyo Ghoul cepat menjadi pusat perhatian semua orang. Terbilang cukup berani 'memberontak' di saat genre slice of life, comedy romance, harem dll menjadi sorotan utama para penonton.
Diadaptasi dari serialisasi manga berjudul sama karya Sui Ishida.
Cerita berpusat pada Kaneki-kun (Hanae Natsuki), remaja cowok tanggung yang pemalu dan normal berubah drastis kehidupannya dalam satu malam. Bermula dengan kencan pertama Kaneki-kun dengan seorang gadis cantik bernama Rize. Tidak disangka, Rize (Kana Hanazawa) yang terlihat seperti manusia normal ternyata adalah ghoul, sejenis manusia namun hanya bisa bertahan hidup dengan memakan daging manusia. Kaneki-kun yang beruntung namun sial lolos dari mautdengan setengah badan tersisa dan mampu bertahan hidup setelah Rize akhirnya mati tertimpa konstruksi bangunan secara mengenaskan.
Saat sudah sembuh, Kaneki-kun menyadari perubahan yang dialami oleh dirinya. Ia semakin jijik dan enek melihat makanan manusia. Ia pun sadar kalau dirinya ternyata berubah menjadi seorang Ghoul.
Kesampingkan cerita yang ada dalam komik dengan yang di anime, karena terlalu anjlok sekali. Bukan dari segi cerita yang menyimpang, namun bisa dibilang anime Tokyo Ghoul seperti rangkuman cerita besar dari komiknya itu sendiri. Terkadang kita akan suka kesal dengan karakter yang tidak dibangun dengan sempurna (di kasus ini gue ingin lebih kenal Touka (Sora Amamiya) tapi.... ah sudahlah). Kemunculan karakter yang terlalu banyak akan sedikit membuat kita bingung. Tapi positifnya tidak ada karakter yang usesless sama sekali. Semuanya punya peran dalam pengembangan cerita secara utuh. Jika satu ilang, maka rasanya akan muncul kebingungan yang lebih besar.
Gue sendiri suka males liat anime gore, tapi entah kenapa Tokyo Ghoul membuat gue penasaran dengan adegan-adegan yang mengenaskan karna hampir sebagian di cerita tidak diperlihatkan jelas (digelapin). Setidaknya ada beberapa yang masih bikin kita menjadi miris dan ngilu dan excited. Tidak seperti anime yang ngeluarin darah berwarna warni itu.
Jalan ceritanya sendiri terbangun dengan sempurna. Beberapa konflik yang berkelanjutan dan alur cerita yang cepat (kadang begah nonton yang alurnya lambat banget RED: Naruto, One Piece). Mengingat Tokyo Ghoul satu episode lebih pendek dibandingkan dengan anime lain di musim yang sama, gue harus mengakui scriptwriter yang oke.
Satu lagi yang gue suka adalah, elemen keputusasaan dan frustasi Kaneki-kun yang berubah menjadi Ghoul tergambar sejelas-jelasnya di musik pembuka, bgm, art, filter, dan jalan cerita. Sehingga terkadang kita ikut merasakan rasa frustasi Kaneki-kun dan terbawa dalam emosi jalan cerita. Bahkan gue masih suka merinding bagaimana elemen-elemen tadi bercampur mempengaruhi gue sebagai penonton.
Dinobatkan menjadi anime terbaik musim panas pun rasanya tidak berlebihan. Tidak heran Studio Pierrot berani untuk melanjutkan Tokyo Ghoul season 2yang akan tayang di musim dingin Januari ini.
Jika penasaran sama Tokyo Ghoul mending langsung nonton animenya baru baca manganya untuk mendapatkan jawaban lebih lengkap dan jelas. Satu hal yang pasti, Tokyo Ghoul bukan tayangan untuk anak-anak. Jadi jangan ajak adik atau sepupu lo yang masih sd, smp untuk nonton ini ya.
Happy Watching!
Tags:
Anime
0 comments