Our Little Sister (海街diary//Umimachi Diary)

3 perempuan bersaudara tinggal bersama di sebuah rumah tua peninggalan orang tua mereka di Kamakura. Sachi Kouda (Haruka Ayase) yang paling tua, 29 tahun, bekerja sebagai perawat. Sachi adalah yang paling dewasa di rumah. Dia mengurus sebagian besar pekerjaan rumah seperti memasak untuk sarapan mereka bertiga atau mengurus perkarangan rumah. Yoshino Kouda (Masami Nagasawa) merupakan kakak kedua. Ia masih berumur 22 tahun dan yang paling 'gaul' dibandingkan saudara-saudaranya. Tidak jarang ia putus cinta seperti halnya remaja baru gede dan pulang malam karena pergi minum entah sendirian atau bersama temannya. Sedangkan yang paling kecil adalah Chika Kouda (Koho) yang masih berusia 19 tahun. Chika yang paling nyentrik dibandingkan yang lain. Ia lebih senang beraktifitas yang berbau olahraga. Sehari-harinya, ia habiskan bekerja di toko olahraga bersama pacarnya. Kadang-kadang ia menonton ekskul sepakbola SMP tidak jauh dari rumahnya.

Suatu ketika mereka mendapatkan kabar bahwa ayah mereka meninggal. Sachi dan yang lain sudah lama tidak bertemu ayahnya. Kira-kira  selama 15 tahun. Orang tua mereka bercerai. Ayahnya pergi Yamagata bersama istri barunya. Merekapun bingung apa yang harus lakukan di sana mengingat mereka lama tidak pernah bertemu dengan ayahnya dan juga peristiwa yang tidak mengenakkan dengan istri kedua ayahnya. Sachi pun akhirnya memilih untuk tetap pergi melayat bersama adik-adiknya.

Sesampainya di sana mereka bertemu dengan Suzu Asano (Suzu Hirose) yang ternyata adalah anak dari istri kedua ayah mereka. Suzu masih berumur 14 tahun dan duduk di bangku SMP. Di luar dugaan Suzu anak yang dewasa. Ia telrihat lebih bisa diandalkan daripada ibunya. Melihat kondisi yang demikian, Sachi pun mengajak Suzu untuk tinggal bersama adik-adiknya di Kamakura. Dengan harapan Suzu bisa mendapatkan suasana baru dan sejenak menjauh dari permasalahan yang ditimbulkan oleh ibunya.


                                                                                                           ***

Our Little Sister atau Umimachi Diary untuk judul Jepangnya adalah salah satu karya dari Kore-eda. Gue udah pernah nonton filmnya yang berujudul Like Father, Like Son walaupun pas nonton itu gue gak tau kalo itu karya Kore-eda sih haha. 

Kore-eda spesialis dengan tema-tema permalasahan keluarga dengan sudut pandang yang humanis beralurkan lambat namun memiliki daya tarik kuat dari para protagonisnya dalam filmnya. Seperti  film Like Father, Like Son yang memiliki cerita mengenai keluarga yang baru mengetahui kalo anaknya yang sudah berusia 6 tahun adalah anak dari keluarga orang lain. Sedangkan Our Little Sister menceritakan tentang hubungan yang dimiliki 4 saudara idengan intrik-intrik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Gue udah beberapa kali nonton anime, film, atau drama Jepang dengan genre slice of life atau mengenai kehidupan sehari-hari. Tapi Our Little Sister mungkin yang paling berat yang pernah gue tonton karena selain slice of life, film ini juga film melodrama berat. Tidak ada tujuan atau konflik yang muluk-muluk maupun kompleks. Plot hanya menceritakan kehidupan protagonis. Dari rutinitas, masalah remeh yang kitapun sering hadapi dalam dunia sehari-hari. Semuanya sederhana. 

Mungkin terdengar membosankan. Tapi itulah letak seninya. Seni menikmati perjalan atau proses protagonis menjalani kehidupan mereka.

Our Little Sister tidak memiliki tujuan yang muluk. Keempat bersaudara ini hanya ingin hidup damai penuh rasa syukur bahwa hari ini masih ada kebahagiaan yang menyertai dalam hidupnya. 

Konflik dalam film ini tidak ada yang heboh. Hanya percikan permasalah sehari-hari dan konflik batin. Seperti ketika Sachi, Yoshino dan Chika bingung apakah harus datang melayat atau tidak di pemakaman ayahnya yang tidak pernah mereka temui selama 15 tahun. Mereka bahkan sedikit banyak lupa seperti apa rupa ayahnya atau seperti apa ayahnya. Apakah ayahnya orang yang baik, pemabuk, ramah dan lain sebagainya. Mereka tidak bisa mengelak dan berharap banyak ketika teringat bahwa alasan utama ayahnya bercerai adalah karena wanita lain. 

Konflik batin diantara ketiganya akhirnya pada konklusi bahwa mereka adalah relasi sedarah dan anak kandung. Sudah sepantasnya mereka hadir sebagai bentuk penghormatan terakhir. Sedari awal film kita sudah diajak untuk berempati dengan para protagonis.

Belum lagi ketika mengetahui Suzu adalah anak dari istri kedua ayahnya. Wanita yang membuat orang tua mereka cerai. Namun Sachi melihat kondisi lingkungan Suzu yang tidak kondusif dan akhirnya berinisiatif mengajak Suzu untuk tinggal bersama dengan mereka. Diluar dugaan Suzu mengiyakan ajakan tersebut. Adegan Suzu mengiyakan ajakan tersebut begitu sederhana namun jika diperhatikan kompleks. Menggambarkan pertimbangan Suzu untuk memilih serta perasaan Suzu yang bermacam-macam mendengar ajakan 'kakak' dari istri pertama Ayah tirinya.

Our Little Sister mangajak kita untuk menikmati hal-hal sederhana di sekeliling kita. Hal-hal yang terlihat remeh namun memiliki makna yang lebih mendalam dari yang kita bayangkan. Seperti sarapan bersama setiap pagi. Apapun kesibukan diantara mereka berempat Sachi dan yang lain selalu duduk bersama menikmati sarapan. Berbincang apa yang akan mereka lakukan pada hari itu atau melanjutkan topik pembicaraan yang tertunda pada hari sebelumnya. Bagaimana mereka selalu menunggu kepulangan saudari mereka dari bekerja walaupun sampai larut malam. Kemudian menanyakan aktivitas apa saja yang mereka lakukan.

Dibalik kesederhanaan yang terlihat, setiap orang memiliki konflik masing-masing yang cukup rumit. Tentu saja, selayaknya kehidupan nyata, tidak semua permasalahan yang kita hadapi akan bisa teratasi. Kadang ada yang berujung kegagalan. Kadang ada pula yang harus menunggu waktu untuk mampu mengikhlaskan. Sedikit banyak harus diatasi dengan melakukan pengorbanan yang tidak murah.

Suzu meyakinkan diri sendirinya bahwa apa yang terjadi di keluarganya bukan salah siapa-siapa. Ia tidak bisa menyalahkan ibunya sendiri atau ayah tirinya. Ia hanya bisa memendam dan menjalani aktivitasnya saat berada di Yamagata. Sachi memiliki hubungan percintaan yang rumit. Ia jatuh cinta dengan seorang rekan kerja yang sudah memiliki istri. Namun ia tidak pernah memperumit hubungannya. Ia membagi waktunya dengan rata antara keluarganya dan kekasihnya. Semua dilakukan dengan kesadaran akan kosekuensinya. Yoshino mengalami kebingungan ketika ia mengetahui tetangga dekat sejak kecil memiliki hutang yang menggunung. Ia ingin membantu namun tidak banyak yang bisa dilakukan oleh dirinya.


Cerminan dari perjalanan yang dilakukan oleh mereka akhirnya membuahkan sebuah kesimpulan sederhana. Hal-hal yang kecil dapat membuat kita bahagia jika kita mau melihat dan menyadarinya. Bagi Sachi bahagia itu adalah tinggal bersama adik-adik perempuannya di rumah mereka yang lama. Bagi Suzu adalah menikmati masa-masa remajanya. Bagi Chika bahagia itu adalah melakukan apapun yang dia sukai. Sedangkan Yoshino bahagia itu adalah ketika dirinya masih bisa bermanja-manja karena adanya Sachi yang paling tua. 

Buat orang macam gue dan sejenisnya yang gak peka, agak sulit untuk melihat detail-detail emosi yang diperlihatkan dalam cerita di film. Namun ketika gue kembali menerawang film itu, menjelajahi ingatan gue mengenai kehidupan keempat saudari itu gue bisa merasakan perasaan kebebasan Suzu saat bersepeda di bawah bunga sakura yang sedang bersemi cerah dan perasaan-perasaan lainnya.


Walaupun gak bisa dibohongin alur Our Little Sister yang amat lambat tapi gak sedikitpun gue ngerasa bosan atau ingin cepat-cepat menyudahi. Gue selalu penasaran perjalanan apa yang akan dilakukan oleh mereka berempat. Apa yang akan mereka lakukan. Apa yang akan mereka rasakan. Bahkan tidak jarang gue malah merasa iri karena mereka bisa menjalani hidup dengan ringannya walaupun ada permasalahan yang tidak bisa dibilang enteng. 

Pada akhirnya ketika film ini berakhir gue merasa semua berlalu terlalu cepat. Gue masih ingin melihat kisah mereka lagi. Masih ada rasa ketidakpuasaan dan menuntut mereka kembali hadir dalam proyeksi fiksi di alam pikiran gue. Mungkin ketika beberapa film memberikan sensasi adrenaline rush, sedih, atau senang, Our Little Sister justru memberikan perasaan 'kehilangan' karena harus berpisah dengan kisah perjalanan hidup keempat saudara tersebut.

Menikmati perjalanan dan sekelilingnya memiliki kenikmatan tersendiri sebelum akhirnya mendapati diri kita berada di tujuan akhir. Begitulah Our Little Sister menurut gue.

Akhir kata, selamat menikmati!





















*Ehem, intermezzo sedikit. Mungkin ini adalah review tersulit yang pernah gue tulis. Jujur aja, gue gak pernah ngerevie film slice of life apalagi melodrama. Terlebih melodrama Jepang yang punya alur lambat dan terkenal dengan simplicity but overwhelming journey. Jadi gue rasa review dari gue ini akan sulit dipahami karena gue kesulitan memaknai melalui kata-kata apa yang gue rasakan setelah nonton film ini. Sulit dipahaminya bukan karena bahasa gue yang berat ya, tapi lebih ke omongan gue yang belibet haha. Jadi maaf kalo review ini banyak cacatnya (walaupun tulisan gue yang lain juga banyak cacatnya) dan malah memberikan kebingu ngan :v
Gue juga terbuka untuk menerima kritik dan saran dari tulisan review ini dan tulisan gue yang lainnya, jadi silahkan kalau ingin nyacati  ngasih kritik, saran dsbnya ^^

Share:

0 comments