Waking up is the best thing in the morning and life.
Malam, semua malam! Hai, apa kabar kalian? Merindukan diriku? fufufufu.
Ah ya, akhir-akhir sudah mulai terkurung dalam ujian, tugas, dan rapat-rapat alhasil agak ngaco kalo ngetik dari kemaren. Stuck wkwkwkwkwkw.
Yep, gue masih terkena demam K-On! Entah ya sampe kapan gue bisa terlepas dari ini semua muahahahaha. Gue harap gue selalu terkena demam rindu ini ya.
Eniwei, sebenernya malem ini tadi gue mau beres-bere kamar setelah semaleman kemaren berperang melawan tugas filsafat yang bikin pecasndahe ku nde. T.T
Dan seperti resolusi beresin kamar-kamar yang sudah-sudah, maka acara beres-beres kembali tertunda karna pikiran gue teralihkan akan suatu hal yang menarik.
Setengah jam yang lalu, gue lagi terbengong-bengong takjub, khawatir, meringis karna abis ngebaca sebuah blog yang amat sekali inspiring menurut gue. Jadilah rencananya mau gue bagi-bagi dengan kalian juga, supaya sama-sama terbuka dan tersadarkan muehuehue. Gile ye jadi alim bgt.
Di reblogged dari blog http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/07/pidato-wisudawan-terbaik-memukau-tetapi-sekaligus-menakutkan/#comment-14247 dengan sedikit penambahan dari gue sendiri.
Wisuda adalah suatu langkah besar untuk memasuki dunia yang lebih luas dan lebih nyata. Sebelum memasuki proses tersebut kita kana melangkah perlahan-lahan menggapai semua yang kita perlukan untuk menghadapi panggung kehidupan yang lebih rumit. Langkah-langkah itu dihiasi berbagai cerita yang pada umumnya akan menjadi sebuah bahan dalam pembacaan pidato wisuda oleh mahasiswa terlepas lulusan terbaik atau tidak. Gue emang belom pernah dateng ke wisuda, tapi bukankah hampir semua pembacaan farewell itu bersifat nostalgia? Ya, mengenang salah satu hal yang menyenangkan. Tapi, bagaimana jika kita mengenang akan kesalahan kita sendiri dalam melangkah menuju wisuda? Sedikit sekali yang mengevaluasi langkah-langkah apa saja yang sudah diambil dan tersadar akan kesalahan masa lalu. Ini yang terjadi oleh Erica Goldson pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson merupakan lulusan terbaik tahun itu. Bukankah biasanya lulusan terbaik itu selalu membanggakan dirinya? Berterima kasih kepada rekan-rekanya? Dosen? Pembimbing? Ah ya. Tapi tidak dengan Erica Goldson. Apa yang dia bacakan pada pembacaan pidato perpisahaan saat wisuda benar-benar membuat gue sendiri merinding dan tersadar sekaligus khawatir.
DIkutip dari http://rinaldimunir.wordpress.com
"
“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”
Apa kesan lo setelah baca ini? Hmm ya. Sangat ironis bukan, seseorang yang diakui oleh intuisinya sendiri sebagai mahasiswa terbaik tahun itu menggangap dirinya nothing dan melakukan kesalahan. Dia merasa titel yang diberikan bukanlah suatu yang mencirikan dia ataupun suatu yang dengan tulus hati dia ingingkan. Dia merasa dirinya perlu mengikuti sistem, agar bisa berhasil. Tapi keberhasilan itu merupakan keberhasilan akan berjalanya sistem tersebut, bukan keberhasilan yang dia cari. Setelah lulus pun, dia masih kebingungan akan mau jadi apa dia nanti. Apa yang dia inginkan. Ironis bukan?
Dulu gue jaman SMA banyak temen-temen gue yang kurang aktif dalam mengembangkan softskiil. Namun, gue rasa masa SMA itu masih dalam pembelajaran. Jadi harusnya di masa perkuliahan ini sudah harus berubah. Di teman perkuliahan pun tidak sedikit. Entah yang salju (salah jurusan) atau masih bingung, apa sih yang dia cari. Gue rasa ini adalah pertanyaan awal dan terbesar sebelum melangkah ke langkah selanjutnya. Buat apa masuk sebuah universitas/jurusan karena terkenal, diakui, kalo kita sendiri pun masih belum tau apa sih tujuan yang ingin dicapai nantinya. Percuma kan kalo masuk universitas hanya karna gengsi atau apa, tapi lo sendiri gak yakin lo ada bakat di sana, atau lebih parahnya lo gak ada minat di sana. Menjadi lulusan terbaik itu mudah, tetapi menjadi lulusan yang berguna nantinya itu sulit. Ya karna kita belum tau apa rencana masa depan untuk diri kita sendiri.
Terlepas dari mengetahui tujuan, kita pun dituntut mempunyai lebih dari sebatas pengalaman aja. Softskill itu juga penting, sama seperti Erica yang merasa iri dengan teman-temanya yg mempunyai hobi dan bakat masing-masing. Untuk apa lulus tapi gak ada pengalaman lain selain bidang akademis? Nilai itu penting, tapi pembentukan karakter itu juga sama pentingnya. Kalo kata dekan gue, percuma lulus cum-laude tapi malah belom dapet kerja setelah lulus nanti. Pengasahan softskill itu termasuk dalam pembentukan karakter. Minati satu hal, tekuni. Perbanyak jaringan dan ilmu lainya selain akademis. Tidak harus mendalam, namun tau baik lapisanya.
Tenang, ini bukan menggurui, tapi saling mengoreksi. Gue gak sok tau, tapi gue mencoba bersadar diri, apakah gue juga masih termasuk orang yang berjalan di atas awan? Mudah terjatuh dan tak menahu arah?
MEnurut gue pribadi, cari tau dulu tujuan hidup kita masing-masing. Apasih yang mau kita cari, mau kita persembahin, apa yang mau kita lakuin. Sama seperti orang yang mencari tempat tujuan. Kalo jelas maka akan mudah sampenya. Sama, kalo udah tau kita akan lebih mudah menentukan langkah yang seharusnya dan tidak seharusnya kita pilih.
What is success? I think it is a mixture of having a flair for the thing that you are doing; knowing that it is not enough, that you have got to have hard work and a certain sense of purpose.
Margaret Thatcher
You may have to fight a battle more than once to win it.
Margaret Thatcher
I do not know anyone who has got to the top without hard work. That is the recipe.
Margaret Thatcher
Yep, semoga dengan demikian kita semua menjadi tersadarkan dan mampu memperoleh impian yang sesuai dengan kita harapkan dan inginkan. Tidak sekedar menjadi sebuah robot patuh yang baik.
Nightynight!
All credits goes to Erica, your speech truly inspired the world.
Second credits goes to http://rinaldimunir.wordpress.com. Many thanks for the owner for posted about the speech.
And also tonight, the night that we ll have to remembering Margaret Thatcher "Iron Lady" The great prime minister all the time. Her word really inspired the world till now.
Ah ya, akhir-akhir sudah mulai terkurung dalam ujian, tugas, dan rapat-rapat alhasil agak ngaco kalo ngetik dari kemaren. Stuck wkwkwkwkwkw.
Yep, gue masih terkena demam K-On! Entah ya sampe kapan gue bisa terlepas dari ini semua muahahahaha. Gue harap gue selalu terkena demam rindu ini ya.
Eniwei, sebenernya malem ini tadi gue mau beres-bere kamar setelah semaleman kemaren berperang melawan tugas filsafat yang bikin pecasndahe ku nde. T.T
Dan seperti resolusi beresin kamar-kamar yang sudah-sudah, maka acara beres-beres kembali tertunda karna pikiran gue teralihkan akan suatu hal yang menarik.
Setengah jam yang lalu, gue lagi terbengong-bengong takjub, khawatir, meringis karna abis ngebaca sebuah blog yang amat sekali inspiring menurut gue. Jadilah rencananya mau gue bagi-bagi dengan kalian juga, supaya sama-sama terbuka dan tersadarkan muehuehue. Gile ye jadi alim bgt.
Di reblogged dari blog http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/07/pidato-wisudawan-terbaik-memukau-tetapi-sekaligus-menakutkan/#comment-14247 dengan sedikit penambahan dari gue sendiri.
Wisuda adalah suatu langkah besar untuk memasuki dunia yang lebih luas dan lebih nyata. Sebelum memasuki proses tersebut kita kana melangkah perlahan-lahan menggapai semua yang kita perlukan untuk menghadapi panggung kehidupan yang lebih rumit. Langkah-langkah itu dihiasi berbagai cerita yang pada umumnya akan menjadi sebuah bahan dalam pembacaan pidato wisuda oleh mahasiswa terlepas lulusan terbaik atau tidak. Gue emang belom pernah dateng ke wisuda, tapi bukankah hampir semua pembacaan farewell itu bersifat nostalgia? Ya, mengenang salah satu hal yang menyenangkan. Tapi, bagaimana jika kita mengenang akan kesalahan kita sendiri dalam melangkah menuju wisuda? Sedikit sekali yang mengevaluasi langkah-langkah apa saja yang sudah diambil dan tersadar akan kesalahan masa lalu. Ini yang terjadi oleh Erica Goldson pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson merupakan lulusan terbaik tahun itu. Bukankah biasanya lulusan terbaik itu selalu membanggakan dirinya? Berterima kasih kepada rekan-rekanya? Dosen? Pembimbing? Ah ya. Tapi tidak dengan Erica Goldson. Apa yang dia bacakan pada pembacaan pidato perpisahaan saat wisuda benar-benar membuat gue sendiri merinding dan tersadar sekaligus khawatir.
DIkutip dari http://rinaldimunir.wordpress.com
"
“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”
Apa kesan lo setelah baca ini? Hmm ya. Sangat ironis bukan, seseorang yang diakui oleh intuisinya sendiri sebagai mahasiswa terbaik tahun itu menggangap dirinya nothing dan melakukan kesalahan. Dia merasa titel yang diberikan bukanlah suatu yang mencirikan dia ataupun suatu yang dengan tulus hati dia ingingkan. Dia merasa dirinya perlu mengikuti sistem, agar bisa berhasil. Tapi keberhasilan itu merupakan keberhasilan akan berjalanya sistem tersebut, bukan keberhasilan yang dia cari. Setelah lulus pun, dia masih kebingungan akan mau jadi apa dia nanti. Apa yang dia inginkan. Ironis bukan?
Dulu gue jaman SMA banyak temen-temen gue yang kurang aktif dalam mengembangkan softskiil. Namun, gue rasa masa SMA itu masih dalam pembelajaran. Jadi harusnya di masa perkuliahan ini sudah harus berubah. Di teman perkuliahan pun tidak sedikit. Entah yang salju (salah jurusan) atau masih bingung, apa sih yang dia cari. Gue rasa ini adalah pertanyaan awal dan terbesar sebelum melangkah ke langkah selanjutnya. Buat apa masuk sebuah universitas/jurusan karena terkenal, diakui, kalo kita sendiri pun masih belum tau apa sih tujuan yang ingin dicapai nantinya. Percuma kan kalo masuk universitas hanya karna gengsi atau apa, tapi lo sendiri gak yakin lo ada bakat di sana, atau lebih parahnya lo gak ada minat di sana. Menjadi lulusan terbaik itu mudah, tetapi menjadi lulusan yang berguna nantinya itu sulit. Ya karna kita belum tau apa rencana masa depan untuk diri kita sendiri.
Terlepas dari mengetahui tujuan, kita pun dituntut mempunyai lebih dari sebatas pengalaman aja. Softskill itu juga penting, sama seperti Erica yang merasa iri dengan teman-temanya yg mempunyai hobi dan bakat masing-masing. Untuk apa lulus tapi gak ada pengalaman lain selain bidang akademis? Nilai itu penting, tapi pembentukan karakter itu juga sama pentingnya. Kalo kata dekan gue, percuma lulus cum-laude tapi malah belom dapet kerja setelah lulus nanti. Pengasahan softskill itu termasuk dalam pembentukan karakter. Minati satu hal, tekuni. Perbanyak jaringan dan ilmu lainya selain akademis. Tidak harus mendalam, namun tau baik lapisanya.
Tenang, ini bukan menggurui, tapi saling mengoreksi. Gue gak sok tau, tapi gue mencoba bersadar diri, apakah gue juga masih termasuk orang yang berjalan di atas awan? Mudah terjatuh dan tak menahu arah?
MEnurut gue pribadi, cari tau dulu tujuan hidup kita masing-masing. Apasih yang mau kita cari, mau kita persembahin, apa yang mau kita lakuin. Sama seperti orang yang mencari tempat tujuan. Kalo jelas maka akan mudah sampenya. Sama, kalo udah tau kita akan lebih mudah menentukan langkah yang seharusnya dan tidak seharusnya kita pilih.
What is success? I think it is a mixture of having a flair for the thing that you are doing; knowing that it is not enough, that you have got to have hard work and a certain sense of purpose.
Margaret Thatcher
You may have to fight a battle more than once to win it.
Margaret Thatcher
I do not know anyone who has got to the top without hard work. That is the recipe.
Margaret Thatcher
Yep, semoga dengan demikian kita semua menjadi tersadarkan dan mampu memperoleh impian yang sesuai dengan kita harapkan dan inginkan. Tidak sekedar menjadi sebuah robot patuh yang baik.
Nightynight!
All credits goes to Erica, your speech truly inspired the world.
Second credits goes to http://rinaldimunir.wordpress.com. Many thanks for the owner for posted about the speech.
And also tonight, the night that we ll have to remembering Margaret Thatcher "Iron Lady" The great prime minister all the time. Her word really inspired the world till now.
Tags:
Belajaar
0 comments